Halo semuanya kali ini kita akan membahas open house dalam dunia properti dari sudut pandang nara sumber Pak Julianto sebagai Principal di INTERPRO. Namun kali ini akan lebih spesifik karena hanya akan membahas dalam konteks open home untuk rumah secondary market saja (atau rumah yang di miliki oleh orang pribadi). Bukan yang dijual oleh developer ya.

Ada beberapa poin yang akan dibahas kali ini :

  1. Apa itu Open Home?
  2. Sejarah awal orang melakukan Open Home
  3. Properti apa yang cocok untuk open home?
  4. Berapa kali open house dilakukan sampai properti terjual?
  5. Apakah Open Home memiliki resiko?
  6. Apa sisi Positif dari Open Home?
  7. Kejadian buruk dalam open home?
  8. Apakah open home ada biaya ?
  9. Apa saja hal yang harus di persiapkan oleh agen properti?
  10. Apa saja yang harus di antisipasi oleh pemilik rumah?
  11. Apa saja yang harus di antisipasi oleh agen properti?
  12. Kesimpulan

1. Apa itu open house?

Dalam dunia agen properti, open home (atau open house) adalah:

Sebuah kegiatan pemasaran terjadwal di mana agen properti membuka akses rumah yang sedang dijual atau disewakan kepada publik pada waktu tertentu, tanpa perlu janji temu (no appointment needed), agar calon pembeli atau penyewa dapat:

  • Melihat langsung kondisi properti,
  • Mengalami atmosfer dan tata letak rumah,
  • Mengajukan pertanyaan langsung kepada agen

2. Sejarah Awal Mengapa orang melakukan Open House?

Amerika Serikat (1920–1930an): Praktik ini pertama kali populer di Chicago pada era booming properti setelah Perang Dunia I. Agen real estate mulai memasang iklan di koran, mengundang masyarakat umum untuk datang melihat rumah. (sumber chatgpt)

Istilah “Open House” menjadi umum sekitar 1950-an, seiring perkembangan suburban di AS. Di negara Commonwealth seperti Australia & Selandia Baru, istilah “Open Home” dipakai sejak 1960–1970an mengikuti model AS.

Di Indonesia sendiri open home atau open house belum memiliki sejarah yang panjang awalnya di tahun 1980-an dilakukan oleh developer property seperti BSD Lippo Karawaci Bintaro dan lain-lainnya namun di Tahun 2000-an barulah mulai masuk ke area properti secondary oleh agen properti. (sumber chatgpt)

3. Properti apa yang cocok untuk dilakukan Open House?

Properti yang cocok untuk dilakukan open house sebetulnya adalah semua jenis properti baik properti baru yang dijual oleh developer (primary) atau properti secondary (milik orang pribadi). Jika properti milik developer atau primary itu dilakukan oleh marketing in house, sebaliknya rumah atau properti secondary dilakukan oleh agen properti yang ditunjuk untuk memasarkan rumah tersebut.

Dengan pengalaman pak Julianto sebagai agen properti di negara maju Australia tepatnya di kota Melbourne pada tahun 2015. Pak Julianto dan tim melakukan open house karena jika melakukan private inspection terlalu banyak waktu yang terbuang saat itu market sedang seller market artinya pembeli itu lebih banyak dibanding stok rumah yang dijual.

Oleh karena Atas dasar itulah open house ditentukan jadwalnya sehingga banyak orang bisa datang dalam satu waktu sehingga tidak banyak waktu terbuang. Di kota Melbourne pernah juga terjadi buyers market di mana Banyak properti yang dijual namun sedikit jumlah pembeli. Di saat seperti itu jika kita lakukan open house tentu tidak banyak orang yang datang jadinya membuang-buang waktu dilakukan lah private inspection dalam waktu yang sudah ditentukan dengan pembeli.

Idealnya open house dilakukan ketika market itu sedang dalam posisi seller market. Apabila posisi dalam seller market artinya waktu untuk menjual menjadi jauh lebih singkat. Sebagai perbandingan pada tahun 2025 saat artikel ini ditulis. Waktu rata-rata untuk menjual rumah adalah 37 hari berdasarkan sumber dari (https://www.openagent.com.au/suburb-profiles/melbourne-property-market). Bagaimana dengan Jakarta? Pada saat artikel ini ditulis. Susah untuk mencari data yang lengkap dan dapat dipercaya mengenai waktu rata-rata menjual rumah di kota Jakarta.

Menurut pengalaman kami sebagai agen properti di area Jakarta Barat khususnya menjual rumah itu membutuhkan waktu rata-rata mulai dari 6 bulan bahkan sampai 2 tahun tergantung harga properti. Apabila harga properti itu lebih rendah misalnya di bawah 3 miliar atau di bawah 2 miliar tentu cenderung lebih cepat harga properti itu bisa laku dari antara 3 sampai 6 bulan. Data ini kami miliki secara internal dari tim interpro property berdasarkan dari tanggal di saat properti itu dititipkan sampai terjadinya transaksi.

Berbeda dengan properti yang harganya di atas 5 miliar atau 10 miliar singkatnya pasti membutuhkan waktu yang jauh lebih lama.

4. Berapa kali lakukan Open house sampai properti terjual?

Di Australia karena membutuhkan waktu 37 hari untuk menjual berdasarkan data diatas. Maka diperlukan sekitar 4 atau 5 minggu artinya 5 kali Maksimal dilakukan open house karena open house itu dilakukan satu kali seminggu.

Apabila kita bandingkan dengan data di Jakarta maka jumlah open house yang dilakukan tentu terlalu banyak. Apabila sebuah rumah terlalu sering di open house maka membuat dampak negatif dibanding positifnya. Berdasarkan data yang kami dapat dari chat GPT 3 hal negatif jika open house sudah dilakukan terlalu sering adalah

  1. Properti itu pada saat dijual terkesan sudah tidak lagi eksklusif atau sudah pasaran atau sudah basi. Properti yang sudah basi artinya warga dan masyarakat sekitar sudah tertanam di benak itu tidak layak di beli karena 1 dan lain hal.
  2. Properti yang terlalu sering dan terlalu lama dijual di pasaran membuat kesan negatif seakan-akan ada sesuatu yang salah dengan properti itu.
  3. Tentunya pemilik rumah menjadi lelah secara fisik dan mental karena terlalu sering dilakukan open house dalam jangka waktu yang terlalu lama di kondisi market yang salah.
  4. Sama halnya dengan agen properti tentu sudah menghabiskan banyak biaya marketing dalam melakukan open house akan menjadi lelah secara fisik, mental dan kantong. Ditambah lagi di Indonesia atau di Jakarta secara khususnya biaya marketing masih belum umum dibayarkan oleh pemilik rumah saat artikel ini ditulis.

5. Apakah Open House Ada Risiko?

Tentu ada! beberapa hal risiko dalam dilakukannya Open House. Pertama, umumnya terjadi kerusakan dari beberapa hal kecil karena hadirnya orang orang asing yang tidak di kenal di dalam rumah. Terutama jika rumah itu di area yang ramai pembeli (sellers market). Oleh karena itu untuk antisipasi hal ini, agen properti jangan hanya 1 orang saja, namun bisa 2 atau 3 orang. Tapi jika listing ini milik 1 agen, bagaimana agen ke 2 dan ke 3 mau hadir untuk menemani? tentu dengan kompensasi (biaya agen 1).

Kedua, adanya barang barang yang hilang. Terutama jika masih ada penghuni di rumah yang sedang dilakukan open house. Oleh karena itu perlu di lakukan pertimbangan khusus untuk melakukan open house rumah di indonesia (jakarta) karena budaya yang kurang cocok di banding dengan budaya manusia di negara maju seperti Australia.

Terakhir, yang paling mengerikan ialah kehadiran orang yang datang bisa juga sebagai mata-mata. Misalnya orang itu adalah tetangga atau rampok yang sedang mempelajari rumah dari tata ruang dan barang-barang yang ada. Hal ini dapat di antisipasi dengan pihak agen secara tegas meminta kartu identitas sebelum di izinkan masuk. Namun jika agen properti mengambil foto nanti hal ini akan di atur dalam UU Perlindungan Data Pribadi. Dalam budaya di negara tertentu banyak dan seringkali terjadi kasus kita enggan memberikan ktp karena takut disalah gunakan. sehingga proses open house yang aman sulit terjadi.

Akhirnya agen properti di paksa dan terpaksa hanya melakukan open house dengan rumah yang kosong, atau sudah hitung tanah. Sehingga esensi untuk mencari pembeli dari open house itu sendiri menjadi bergeser.

6. Apa Saja Sisi Positif Open House?

Sisi Positif Open House ini dapat dilihat dari 3 sisi. Sisi Pemilik, Sisi Agen Properti dan Sisi Calon Pembeli. Kita bahas tipis tipis saja dari masing masing point of view ya.

to be continue…